Sabtu, 10 Maret 2012

Cerita Dewasa Memori Villa Hijau

Cerita Dewasa yang ini mestinya kamu suka karena ceritanya tentang cerita sex di villa kamu taukan villa tempat yang asik untuk bercinta makanya selalu baca cerita dewasa disini karena akan selalu ada yang baru kali aja kamu suka atau liat di kategori cerita dewasa bro silahkan :

Hari itu aku menjadi saksi pembelian sebuah villa dari broker properti pada pamanku. Sebenarnya pembelian ini agak unik menurutku. Hal ini karena pamanku membeli villa ini tanpa melihat langsung dahulu villa yang akan dibelinya itu. Pamanku membeli hanya berdasar brosur dan keterangan broker yang tak lain masih temannya. Di samping untuk membantu temannya itu pamanku juga tertarik pada harganya yang tergolong murah. Memang menurut brosur itu villa yang tergolong besar ini ditawarkan murah. Alasan sibroker karena pemilik lama kepepet sekali butuh uang untuk operasi jantung. Namun walau besar lokasinya memang masih di desa yang jauh dari jalan besar utama. Menurut si broker lagi untuk mencapai lokasi villa harus melewati jalan desa yang penuh liku-liku. Dan juga semenjak pemilik lama sakit dua bulan lalu villa itu tak pernah lagi dikunjungi. Si broker sendiri belum pernah ke sana hanya langsung diberi foto-foto dan keterangan villa oleh pemilik lama untuk dijualkan. Walau berharga murah tak ada yang tertarik kecuali pamanku ini.

Selesai urusan pembelian pamanku menyuruhku agar secepatnya untuk melihat sekaligus membenahi villa. Pamanku sendiri tak ada waktu mengingat kesibukannya. Aku mengusulkan agar besok saja ke sananya. Malam sebelum berangkat aku menelepon temanku untuk diijinkan tidak kuliah selama aku pergi. Lalu aku menyiapkan perbekalan untuk dibawa antara lain alat kebersihan, lampu darurat, dan makanan instan. Sebagai lelaki muda aku memang senang bertualang bahkan terkadang hanya seorang diri saja. Jadi hal seperti ini sudah aku anggap biasa. Setelah semuanya aku masukkan ke dalam mobil espas minibus pamanku aku langsung pergi tidur agar esok bugar. Seperti biasa dan sudah menjadi kebiasaan aku kalau tidur telanjang bulat. Begitu membayangkan tubuh wanita telanjang aku langsung tertidur. Jujur saja melihat wanita bugil langsung dihadapanku aku belum pernah apalagi bersenggama dengan mereka. Jadi aku masih perjaka.

Esoknya aku bangun pukul 08.00. Rumah sudah sepi karena pamanku telah berangkat kerja pada pukul 06.00. Istri pamanku sudah dua bulan ini bertugas di luar negeri. Sementara Bik Lastri pembantu di rumah tengah ke pasar mungkin. Biasanya jam-jam segini memang jadwalnya dia ke pasar. Aku lalu mandi. Selesai mandi aku sarapan nasi goreng yang telah disiapkan. Kulihat di atas meja kerja paman ada amplop dan pesan untukku. Rupanya itu berisi surat pengantar dan uang saku dari pamanku. Waktu telah menunjukkan pukul 09.00 dan kuputuskan untuk berangkat agar tak kemalaman saat tiba di villa. Kebetulan aku punya kunci rumah sendiri jadi tak perlu menunggu Bik Lastri pulang. Mobil lalu kustater berangkatlah aku. Sekitar dua jam perjalanan aku berhenti mengisi bensin dahulu. Tiba-tiba aku teringat tas berisi pakaianku ketinggalan. Ya sudah nasib barangkali aku jadi tak membawa pakaian pengganti.

Tiga jam kemudian aku telah sampai di gerbang desa tempat lokasi villa. Jalan menuju ke sana memang menyulitkan dan aku harus bertanya berulang kali. Desa ini memang agak terpencil tapi pemdanangannya indah. Hawa di sini terasa sejuk dan nyaman. Di depan gerbang desa terpasang spdanuk yang menerangkan sebuah universitas dari Jakarta tengah KKN. Mobil lalu kujalankan terus hingga sekitar satu kilometer jalan bercabang dua. Menurut brosur lokasi villa setelah melewati balai desa. Jadi harus mencari jalan menuju balai desa. Tapi di percabangan itu tak ada petunjuk sama sekali. Hendak bertanya tak ada orang lewat. Sambil menunggu orang lewat mobil kutepikan dan aku beristirahat. Sudah satu setengah jam aku menunggu akhirnya dari spion mobil kulihat tiga orang perempuan dua diantaranya mengenakan jas almamaternya menuju ke arahku berjalan kaki. Mereka tampaknya peserta KKN. Aku lalu keluar mobil menunggu mereka tiba. Semenit kemudian mereka tiba. Wajah ketiganya bagiku cantik semua apalagi dibdaningkan cewek yang kukenal mereka lebih menarik. Kulit mereka kuning langsat kecuali yang tak mengenakan jas agak coklat. Tubuh merekapun proporsional dengan tinggi sekitar 160 cm berat seimbang.

"Selamat sore, Mas mau kemana? Kok berhenti sendirian di sini. Tampaknya dari luar kota, ya?" Sapa si cewek tak berjas membuyarkan lamunanku tentang mereka.
"Kayaknya baru lihat nih. Pasti bingung memilih jalan ini 'kan?" Si cewek berjas almamater berambut lurus sebahu menimpali. Sementara cewek berjas satunya yang mengenakan rok agak mini longgar hanya tersenyum.
"Benar saya dari luar kota. Sebelumnya saya perkenalkan namaku Rama masih kuliah sih. Kalau jalan ke balai desa yang mana ya?" Tanyaku sok akrab.
"Oh maaf kami lupa kenalan dulu. Kalau nama saya Mirna, sedang yang ini Mbak Ratih. Nah yang pakai rok namanya Mbak Tantri. Jalan ke balai desa yang kanan. Yang kiri menuju ke lapangan desa di sana sedang ada hiburan hingga malam. Penduduk desa hampir semuanya sudah di sana. Mas mau ke rumah siapa?" Cewek bernama Mirna menerangkan.

Tiba-tiba gerimis turun. Kupersilahkan ketiganya naik ke mobil walau agak berdesakan dengan perbekalanku. Setelah kujelaskan maksud kedatanganku mereka terutama Mirna agak terkejut. Tapi saat kudesak mengapa terkejut Mirna malah tersenyum manis. Kebetulan Mirna yang putri Pak Kadus tempat Ratih dan Tantri ditugaskan hendak pulang ke rumahnya. Katanya jalannya searah tapi lebih jauh dari villa sekitar satujam berjalan kaki. Mereka bertiga baru saja jalan-jalan dari kota kecamatan. Delapan menit kemudian kami tiba di villa. Jarak dari rumah terdekat cukup jauh jadi villa ini tampak berdiri sendirian. Saat mobil hendak kulajukan lagi menuju rumah Mirna, Tantri mengusulkan hendak membantu bersih-bersih. Akhirnya mobil kumasukkan ke halaman villa yang luas tanpa pagar. Kuparkir di bawah pohon mangga besar. Gerimis agak mereda.

Villa dengan luas bangunan 200 m2 dan luas tanah 500 m2 yang tidak bertingkat ini dicat hijau muda. Sampah dedaunan berserakan sementara debu dan sarang laba-laba tampak dimana-mana. Lalu pintu depan aku buka tampak ruangan terdiri tiga kamar tidur ini sangat kotor. Setelah perbekalan diturunkan langsung saja kami berempat membersihkan villa ini. Untunglah pukul enam sore semuanya selesai. Lampu-lampu ruangan ternyata masih berfungsi. Bahkan pompa air penyedot air sumur masih bisa berfungsi baik.

Saat hendak mengantar mereka pulang pada pukul setengah tujuh malam hujan turun lagi dengan derasnya. Padahal jarak dari teras ke mobil sekitar sepuluh meter dan tidak ada payung. Akhirnya diputuskan menunggu hujan reda. Kami kecuali Tantri lalu mengobrol akrab, Dari obrolan aku tahu Ratih baru sebulan menikah, Mirna walau telah berusia 32 tahun belum menikah alasannya sebagai bungsu ia ingin membantu bapaknya yang menduda dan sudah tua. Tapi kuakui tubuhnya cukup terawat walau hidup di desa. Sedangkan Tantri hanya diam. Dari tadi ia sibuk memasang korden di jendela depan.

Tiba-tiba pintu depan yang tak kukunci terbuka disertai hembusan angin beserta air hujan. Tantri yang berdiri dekat pintu roknya terangkat ke atas tampak celana dalam merahnya terlihat olehku membuat nafsuku menaik. Paha dan betisnya begitu mulus menggoda. Air hujan yang datang beserta angin membuat ia basah kuyup. Dengan agak malu ia langsung berlari ke kamar mandi. Dari dalam kamar mandi Tantri minta dipinjami pakaian.

Celakanya aku tak membawanya sampai hdanukpun tertinggal. Aku hanya berkaos oblong celana jeans dan CD saja beginipun masih kedinginan. Mirna berterus terang sudah terbiasa tak mengenakan jeroan alias CD dan BH. Jadi bila kemeja dan celanapanjangnya dipinjamkan berarti harus telanjang. Membayangkan itu membuat nafsuku tambah naik lagi. Ratih terlihat menuju ke depan pintu kamar mandi. Ia lalu melepaskan jaket almamater lalu mencopot celana jeansnya. Lalu diserahkanlah pada Tantri.

Kini ia hanya berkaos oblong tanpa BH menutup badan sedangkan bawahannya celana pendek panty ketat. Walau tidak telanjang baru kali ini kulihat langsung samar-samar payudara cukup besar dengan puting mencap di kaos Ratih. Aku tak tahu berapa ukurannya karena belum berpengalaman. Terlihat pula kakinya begitu mulus melangkah ke arahku dan Mirna. Bagiku melihat hal seperti ini sudah membuat kontolku mulai bangun. Apalagi hampir seminggu tak kuledakkan lewat onani. Ditambah suasana seperti ini membuat pikiranku semakin kacau saja. Saat Ratih duduk di sebelahku, Mirna berdiri katanya hendak membuatkan mi instan dan kopi panas. Ia menghampiri Tantri yang baru keluar dari kamar mandi memintanya agar membantu.

Kulihat di HP waktu telah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Sekuat hati kukerahkan agar kontolku kembali tidur. Tak enak didekat Ratih bila celanaku terlihat ada yang menonjol. Entar dikira tidak sopan atau bahkan ia malah marah.

"Masih pengantin baru kok malah berpisah?" Tanyaku mengawali obrolan.
"Memang kami pengantin baru tapi soal itu tuh sudah sering aku dan suamiku melakukannya sebelum menikah. Sebenarnya kami inginya fun aja namun saat sedang enak-enakan begituan eeh mamiku melihat. Jadi langsung deh kami dinikahkan."

Tantri dengan manja menceritakan pengalamannya. Karena agak kedinginan ia menaikkan dan menekuk kakinya ditempelkan ke dada. Payudaranya tampak tertekan membuat aku salah tingkah. Kulihat ia tak memakai CD karena tak ada lekukan segitiga di pantynya. Kontolku mulai bangun lagi. Untuk menutupi tonjolan maka kedua telapak tangan kutaruh di atasnya.

"Ngomong-omong kamu pasti pernah ya? Masak lelaki segagah kamu kok perjaka. Seminggu di sini sebenarnya aku ingin itu. Tapi kegiatan padat dan hanya hari ini serta esok libur. Lagian nglakuin di sini sama siapa? Apa sama bapaknya Mirna. Bisa ko nanti. Hahahaha."

Ratih bicaranya semakin panas saja. Lalu dengan sengaja tangan kirinya disusupkan hingga mengenai tepat di atas tonjolan kontolku. Enak rasanya.

"Punyamu besar juga ya. Berapa cewek sudah dimangsa elangmu ini?" Celoteh Ratih sambil mengusap-usap tonjolan kontolku.
"Jujur saja aku belum pernah kok. Aduh enak.." Saat tangan kananku hendak kumasukkan ke dalam panty Ratih, Mirna dan Tantri datang membawa mirebus dan kopi. Akhirnya kutahan hasratku untuk mengisi perut dahulu.

Karena capai kami berempat memutuskan untuk tidur di villa ini. Namun sebelumnya Ratih menelepon ketua kelompoknya mengabari tak bisa pulang. Ternyata semua penghuni dusunnya masih menonton hiburan dan tak bisa pulang karena hujan. Ratih, Mirna, dan Tantri tidur di kamar tengah sementara aku di ruang tengah sambil berjaga-jaga. Baru dua jam tertidur aku terbangun. Aku kebelet kencing. Agak ngantuk aku menuju kamarmandi. Saat pintu kubuka sedikit tercium aroma tinja menusuk hidung. Aku terkejut melihat pemdanangan indah campur menjijikkan di hadapanku.

Mbak Mirna tengah jongkok di atas closet jongkok tanpa tertutup selembar benangpun bagian perut ke bawah. Dengan wajah memerah Mbak Mirna justru terdiam kaku. Kulihat sambil menghirup aroma semerbak tampak jembut ikal hitam sangat lebat dibiarkan tumbuh subur mengelilingi liang senggamanya yang berwarna kemerahan. Terlihat pula ia berusaha keras mengejan agar tinja kuning keras yang masih menggantung keluar dari anusnya. Karena terus mengejan maka curr air pipisnya keluar memancar deras mengenai celanaku.

Liang tempiknya terus terbuka. Akhirnya tinja keras itu keluar juga seluruhnya. Mbak Mirna lalu berdiri menyiram closet lalu cebok. Aku yang dari tadi kebelet lalu berjalan kepojok lain kamar mandi lalu kencingku ku keluarkan. Kondisi kontolku sudah sangat tegak dan keras. Selesai itu aku hendak keluar namun Mbak Mirna mencegah. Kukira ia akan menamparku sehingga aku terus meminta maaf.

"Sudahlah Dik Rama, lupakan itu. Tapi kemarikan burungnya langsung aja masukkan ke tempik Mbak."

Mbak Mirna berusaha menenangkan aku. Mendengar ajakan gila itu aku justru kebingungan habis belum pernah sih. Kulihat Mbak Mirna membelakangiku kemudian membungkuk sambil pantatnya agak ditunggingkan. Badannya tetap mengenakan kemeja. Dua lubangnya nyaris tak terlihat tertutup rambut ikal lebat. Bau tempik campur tinja semakin menusuk hidungku. Tangan kanannya dijulurkan ke belakang hingga menggenggam erat kontolku.

"Alamak begini to rasanya. Ehh.. Mbak jembutnya lebat banget aku cabuti lho!"

Aku mulai menikmati kocokan lembut tangan Mbak Mirna. Iseng kucabut sehelai jembut saat ia terus menungging. Kuluruskan ternyata sekitar tujuh senti lebih. Lalu kucabut lagi sehelai demi sehelai. Aku dari dulu bila melihat gambar wanita bugil berjembut lebat sangat terangsang dan gemas. Terutama gambar-gambar wanita Jepang yang terkenal sangat subur. Apalagi melihat langsung seperti ini.

"Uhh Dik Rama nakal. Tempik Mbak sakit kalau dicabuti terus bulunya. Namanya orang gunung ya pasti lebat donk. Sudah masukin aja kontolmu. Pelan dulu." Mbak Mirna mulai tidak tahan. Saat kuraba tempiknya agak basah dan klistorisnya membesar.

Pelan-pelan kumasukkan kontolku dalam liang senggama Mirna. Pengalaman pertamaku merasakan senggama. Setelah masuk seluruhnya rasanya kontolku seperti ada yang menjepit. Lalu kumaju mundurkan pelan-pelan dan Mbak Mirna terus mendesah. Baru sekitar tigapuluh kali gerakan maju mundur pelan kontolku belum sempat kucabut sudah memuntahkan sperma dalam liang senggama Mbak Mirna. Mbak Mirna tenang-tenang saja. Rupanya walau belum menikah ia sudah sering bersenggama terutama waktu masih bekerja di Jakarta. Tetapi sudah hampir setahun ia hanya bermasturbasi. Paling sering menggunakan botol kecap ukuran kecil.

"Aduh maaf Mbak maniku kusemprot di dalam." Sesalku sambil memakai kembali celanaku.
"Tidak apa-apa Mbak sudah pengalaman. Kalau cuma segini tak berpengaruh." Mbak mirna juga memakai kembali celananya. Terlihat beberapa helai jembutnya rontok. Ia lalu pamit hendak tidur lagi.

Waktu menunjukkan tepat tengah malam. Dalam hati aku terasa mimpi telah bersenggama langsung dengan wanita. Akibat kelelahan aku tertidur lagi. Tiga jam kemudian terdengar HPku berbunyi. Aku terjaga.

Oke kan cerita dewasa diatas jika ingin mambaca lagi silahkan mencari di halman lain serba serbi atau liat di blog ane yang lainnya bro...

Senin, 05 Maret 2012

Cerita Dewasa My Customer

Malam malam gini pas sepi atau pas ga ada pacar asyiknya beli makanan ringan dan membaca cerita dewasa biar tidurnya nyenyak atau malah ga bisa tidur ya heheheehe, kali ini silahkan saja di baca cerita dewasa nya kalaupun sudah membaca silahkan ke kategori pilih yang belum di baca, ga perlu lama silahakan langsung aja di nikmati cerita dewasa nya :

Kejadian ini kira-kira seminggu yang lalu. Aku bekerja di bagian EDP sebuah perusahaan swasta di daerah Kuningan, Jakarta. Untuk sambilan aku juga punya usaha kursus private komputer. Siang itu Ibu Vivi, salah satu klien telepon. Katanya dia belum tahu juga cara mengirim e-mail. Maklum baru sekali aku mengajarinya. Dari pembicaraan disetujui untuk ketemu jam 7 malam. Karena dia sampai rumah jam 6 sore. Dia kerja jadi interpreter bahasa Jepang.

Jam 18.45 aku sudah sampai di Lobby Apartemen-nya di bilangan Benhil. Tidak lama dia nongol di Lobby dengan masih memakai pakaian kerjanya, dan segera mengajak saya naik ke Apartemennya. Tanpa ganti baju, dia langsung ke meja komputernya dan menghidupkannya. Tidak lama masalahnya beres, e-mailnya bisa terkirim semua. Dia cuma lupa tidak clik "send & receive".

Kemudian dia minta diajari browsing memakai Explorer. Berhubung dia jarang memakai komputer, maka dia terlihat kaku cara memegang mouse-nya. Entah apa sebabnya aku bermaksud memberinya contoh, eh tangan dia masih memegang mouse. Yah tangannya keremas oleh tanganku yang kekar dan keras. Aduh.., halus juga tangan Ibu Vivi. aku buru-buru menarik tanganku, tidak enak takut dikatakan kurang ajar. Suaminya adalah teman bosku. Kalau dilaporkan bisa-bisa aku dipecat. Dia melepaskan mouse, dan gantian aku yang memegang mouse-nya sambil memberitahu dia tentang perbedaan bentuk kursor.

Aku belum menyuruhnya mencoba, eh.. tangannya langsung memegang mouse yang masih aku pegang. Yah tahu sendiri kan tanganku yang dia pegang. Aku ingin melepaskan tapi sayang karena halus sekali telapaknya. Dan bau parfumnya juga lembut, membuatku betah di dekatnya. Aku biarkan saja. Aku pikir dia akan melepaskan tanganku, eh.. ternyata tidak lepas juga tanganku dari genggamannya. Malah tanganku dielus-elus dengan lembut. Maklum tanganku bulunya juga lumayan lebat.

Aku beranikan diri untuk menegurnya, "Ibu.., sebentar lagi Bapak pulang..". Belum sempat berkata banyak, jari telunjuk tangan satunya diletakkan di depan bibir sambil, "psst..", dan kata dia, "Hari ini dia ke bini tuanya..". Aduh rejeki nomplok nih, kataku dalam hati. Tapi aku pura-pura tidak berminat. Meski dalam hati sudah suka sekali.

Tanganku yang masih memegang mouse masih di elus. Kebetulan aku duduk di sebelah kanannya, jadi tangan kiriku bebas. Dan lagi kursinya tidak memakai tangan-tangan. Makin nikmat saja. Tangan kirinya mengelus tangan kiriku dan diangkatnya, dan ditaruh di atas pahanya yang putih dan mulus. Meski dia tidak memakai rok mini, tapi karena duduk, ketarik juga ke atas. Roknya yang biru tua menambah kontrasnya warna.

Setelah meletakkan tanganku, tangan Ibu Vivi bergerak lagi ke tengkukku, dan dielusnya. Wow.., kini makin panas badanku. Secara refleks tanganku juga membalas aksinya, dan kuelus pahanya pelan-pelan. Makin lama makin ke atas menuju pangkalnya. Roknya pun makin tersibak ke atas terdorong tanganku. Makin ke atas makin mulus. Kuusap pangkal pahanya dan matanya mulai nanar.

Ibu Vivi sebenarnya biasa saja, tidak terlalu istimewa. Tingginya juga tidak sampai 160 cm. Kalau berdiri dia tidak lebih tinggi dari pundakku. Cuma body-nya sungguh menggiurkan dan kulitnya juga putih mulus. Maklum dia masih keturunan Chinesse. Kasihan dia, cuma jadi istri muda. Jadi jatah batinnya tidak terima full. Padahal usianya belum sampai 30 th, hampir sebaya aku.

Kini tanganku sudah hilang di dalam rok kerjanya, mengusap-usap pangkal pahanya. Kemudian dia berdiri di depanku yang masih duduk. Lalu kancing bajunya dibuka semua. Tapi bajunya tidak dilepas. Dia tarik tanganku, dipindahkannya ke pinggangnya. Kaus dalamnya kuangkat, dan perutnya yang putih bersih pun terpampang di depanku. Kuciumi perutnya dan sekeliling pusarnya kujilati. Dia menggelinjang kegelian. Kedua tangannya mengacak-acak rambutku dan kadang kala dijambaknya.

Baju dan kaus dalamnya sudah lepas dari roknya. Kaus dalamnya kuangkat lebih ke atas, dan tampak BH-nya menyangga bukit yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil. Pokoknya bentuknya bagus dan ukurannya pas. Dan tentu saja halus. Kebetulan kancing BH-nya di depan, jadi tanpa usaha lebih keras aku sudah bisa melepas BH-nya. Bukit kembarnya tersaji jelas di depanku. Sedikit kendor, tapi masih oke.

Aku sambut salah satu putingnya yang berwarna coklat muda dengan bibir dan lidah. Sementara tangan kananku melintir putingnya yang satu lagi. Seperti mencari gelombang radio. Betul juga.., tidak beberapa lama terdengar desis seperti gelombang FM stereo. Tanganku yang satu lagi menyusup ke dalam roknya dan meremas-remas pantatnya yang juga sudah agak turun. Maklum lah sudah hampir 30 th umurnya.

Tangan Ibu Vivi (Oh ya aku tetap panggil dia Ibu karena dia customerku) yang satu lagi sudah pindah aktivitasnya ke selangkanganku. Penisku yang sudah tegang tampak jelas menonjol dari balik celanaku. Itu yang menjadi sasaran akTVitasnya. Bahkan zipperku sudah dia turunkan, jadi tampak jelas ujung moncong meriamku dari balik celana dalamku.

Karena dielus terus penisku bertambah panjang sampai ukuran maksimalnya. Kira-kira 2 centimeter di bawah pusar. Tangannya pun sudah masuk ke dalam CD-ku dan mulai mengocok-ngocoknya. Akhirnya ujung penisku keluar dengan sendirinya dari balik CD-ku. Akupun tidak mau kalah, tanganku yang di pantatnya, aku pindah aktivitasnya ke sela-sela pahanya. Dari CD-nya sudah terasa kalau vaginanya sudah basah. Aku tarik sedikit CD-nya ke bawah, dan dengan sedikit digeser ke samping, aku sudah bisa memegang belahannya. Lalu kuusap-usap dengan jari tengah. Sementara desis FM stereonya makin keras terdengar, "Ssst.., uuhh.., uhh.., sst".

Dengan dibantu jari telunjuk, aku pegang clitorisnya yang kebetulan agak panjang dan kupilin nakal. Gerakan badan Ibu Vivi makin keras dan kepalanya sering ditarik ke belakang. Badannya bergetar. Suaranya makin seru, untung di apartemen, jadi tdak terlalu gaduh karena jauh dari tetangga.
"Yan.., lepasin celanaku.., aku sudah nggak tahan", bisik Ibu Vivi. Dengan patuh aku penuhi permintaannya. Sementara tangannya sibuk melepas sabukku dan memelorotkan celanaku serta CD-ku sekaligus hingga lutut. Dia agak terkejut melihat penisku.
"Kamu punya ukuran boleh juga.., dari pertama kamu ke sini sudah kuperhatikan, makanya aku pingin", katanya setengah sadar setengah terdengar.

Sementara CD-nya sudah tergeletak di lantai. Aku masih duduk di kursi tanpa sandaran tangan. Kuangkat roknya dan aku cium pahanya. Bahkan aku sempat kasih tanda merah di kedua pangkal pahanya. Dia sudah tidak sabar lagi, tanpa memberiku kesempatan untuk melepaskan celana secara sempurna, dia sudah memegang ujung penisku dan dibimbingnya menuju lubangnya yang basah dan hangat. Serta berbulu sedikit pada bagian atasnya saja.

Pelahan tapi pasti Ibu Vivi menurunkan pantatnya, "Bless". Matanya terbelalak merasakan batang penisku menyusup dengan hangat ke lubang vaginanya. Rupanya basahnya sudah sempurna hingga tanpa kesulitan sudah batang penisku masuk ke vaginanya. Tapi berhenti sampai di situ saja, tidak di terusin lagi.

"yan.., batang penismu panjang betul", katanya sambil mulai menaik-turunkan pantatnya. Sementara aku menenangikan pikiran, ambil napas, dan kosentrasi ke tempat lain. Biar customerku puas duluan. Aku coba memperhatikan TV yang sedang menyiarkan sinetron. Jadi konsentrasiku tidak tertuju pada penisku yang sedang dikerjai habis-habisan oleh Ibu Vivi. Naik turun, digoyang ke kiri dan ke kanan, diputar. Entah diapain lagi. Eh.., bener tidak lama badannya terasa bergetar lalu melenguh seperti sapi.., uhh.., yang lebih keras dari sebelumnya dan tiba-tiba memelukku kencang sekali dan jarinya meremas punggungku. Untung aku masih memakai baju. Kalau tidak, bisa-bisa kuku Ibu Vivi menancap di punggungku. Keringatnya menetes ke baju kerjanya yang belum sempat dilepas, terlihat makin cantik dengan tetesan keringat di rambut dan keningnya.

Sementara biji pelirku juga terasa basah oleh cairan dari vaginanya.
"Ugghh.., gila, nikmat sekali", katanya.
"Ibu terusin aja", aku nimpali.
"Ah.., panggil Vivi aja, entar aku lemas banget", jawabnya.
Batang penisku juga sudah terasa kesemutan, mau menumpahkan muatannya. Tapi aku tahan dulu. Kuangkat kedua kakinya di belakang lututnya dengan kedua tangan, sehingga seperti digendong. Tapi batang penisku masih menancap di lubang vaginanya. Lalu aku jalan menuju tembok dan aku rapatkan badannya ke tembok dengan tetap kugendong. Bagiku tidak ada masalah mengangkatnya. Tidak percuma aku hobby olah raga. Lalu aku mulai menggoyang pinggangku maju mundur, goyang kiri, goyang kanan. Matanya sebentar-sebentar terpejam, sebentar kemudian terbuka lebar. Sisa air yang dia keluarkan tadi menimbulkan irama yang teratur seirama dengan goyangan pantatku. Tidak lama dia keluarkan lagi muatan dari dalam vaginanya. Suara erangannya lebih seru dari yang pertama. Leherku dipeluknya kencang, didekap ke dadanya, disela-sela bukit.

"Yan, kamu sudah nyampe belum?", tanyanya setelah berhasil mengatur nafasnya.
"Hampir Bu".
"Turunin aku dulu", tanpa mengiyakan, aku turunkan tubuhnya lalu melangkah ke meja tamu mengambil tisue.
Dia memasukkan tangannya ke dalam roknya dan dia mengelap vaginanya yang basah kuyup. Sementara batang penisku berdenyut-denyut semakin keras pertanda muatannya minta dibongkar. Dengan tidak sabar aku ikuti Ibu Vivi ke ruang tamu, dan dari belakang aku peluk dia. Lalu aku minta dia menunduk dengan kaki mengangkang. Lalu aku naikkan rok kerjanya hingga pantatnya yang putih kemerahan dan vaginanya yang putih kemerahan dengan bulu yang tipis tampak menantang untuk dijamah. Dengan bepegangan pada sandaran tangan kursi tamu.

Dia menikmati lagi sentuhanku. Kali ini yang bekerja lidahku. Aku jilat sedikit clitorisnya dan di jilati agar basah lagi. Tidak sampai dua menit sudah tampak ada cairan bening lagi di vaginanya. Maklum lampunya tidak dimatikan dan terang lagi. Jadi detailnya kelihatan jelas. Aku akhiri kegiatan jilat menjilat, karena muatanku sudah meronta minta dikeluarin. Lalu aku masukkan lagi dari belakang penisku ke vaginanya. Dia mendesis lagi demikian juga aku. Hangat dan lembab. Lalu aku mulai goyang kiri kanan, kadang-kadang aku putar. Sementara aku makin berat menahan muatanku, aku tanya dia, "Bu boleh keluari di dalam..".
"Boleh, emang sudah hampir..".
"Ya".
"Kita sama-sama ya".
Aku goyang terus sampai aku merasa sangat nikmat karena muatanku sudah sampai di dekat pintu. Lalu kupeleuk dia dari belakang sambil aku remes dadanya. Dan, "cret.., cret.., cret", air maniku muncrat di dalam lubang vaginanya. Dan Ibu Vivi pun merintih lalu mencengkeram tangan-tangan kursi dengan erat serta badannya bergetar dan menegang. Rupanya dia klimaks juga. Dengan penisku dan vaginanya masih bersatu aku tetap memeluknya dari belakang.

"Thanks Yan.., kamu sangat hebat. Kamu telah memberiku kenikmatan seks yang tiada".
Cuma kujawab, "Ibu juga hebat".
Tiba-tiba aku merasa ada cairan hangat meleleh dari vaginanya, dan jatuh ke lantai. Rupanya air maniku dan air kenikmatannya bercampur jadi satu dan jatuh. Lalu aku cabut penisku yang sudah lemas dan "pluk" suaranya seperti botol sampanye dibuka. Dengan rok kerja yang masih terangkat dan dipeganginya, dia berbalik ke arahku dengan memperlihatkan bulu kemaluannya yang tipis dan tersenyum. Tidak lama dari vaginanya jatuh lagi campuran maniku dan air kenikmatannya di lantai dan kali ini lebih banyak. Ada juga yang meleleh di pahanya yang mulus. Rupanya dia menikmati betul air maniku.

saat aku mau membersihkan dengan tisue, eh dia melarangnya.
"Biarin aja, aku ingin menikmatinya".
Wah, erotis juga nih orang. Rupanyanya dia belum pernah merasakan klimaks sebelumnya. Hal itu aku tahu saat dia mengantarkanku turun ke lobby. Katanya, suaminya paling lama tahan cuma 3 menit. Dia kawin karena suka sama duitnya. Maklum teman bosku bisnisnya lumayan maju, eksportir hasil bumi yang tidak terkena dampak turunnya nilai rupiah terhadap dollar. Di lift sekali lagi di bilang thank you, dan dia berharap komputernya sering rusak. Sejak saat itu terjalinlah cinta kasih yang dilampiaskan secara sembunyi-sembunyi antara aku dengan Ibu Vivi.

TAMAT

Gimana udah pada crot belum kalau belum ya silahkan menghubungi pasangan masing masing biar bisa langsung crot ya... terimakasih dah mau membaca cerita dewasa disini di serba serbi semoga menyenangkan.
◄ Newer Post Older Post ►
 

Copyright 2011 Serba Serbi is proudly powered by blogger.com | Design by BLog Bamz Published by Template Blogger